Rabu, 22 Februari 2017

PENANGGULANGAN KEBAKARAN LEVEL D (Bag. 5)

2.6. Sistem Tanggap Darurat kebakaran
       Keadaan darurat adalah situasi/ kondisi/ kejadian yang tidak normal beberapa cirinya adalah:
·         Terjadi tiba-tiba
·         Menggangu kegiatan
·         Perlu segera ditanggulangi karena keadaan darurat dapat berubah menjadi bencana (disaster) yang mengakibatkan byak korban atau kerusakan.
       Situasi dalam kejadian kebakaran pada suatu bangunan akan melibatkan semua orang yang ada didalam bangunan yang terbakar, semua orang merasa terancam dam bahaya dan ingin menyelamtakan diri masing-masing, apabila ada orang asing (tamu/pengunjung) maka mereka tidak familiar dengan lingkungan setempat. Mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan la sarana dan prasarana atau rambu-rambu yang tepat untuk mengurangi resiko korban jiwa. Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran tertuang dalam buku panduan atau prosedur yang berisikan siapa berbuat apa.
2.6.1. Sarana Evakuasi
       Evakuasi adalah usaha menyelamatkan diri sendiri dari tempat berbahaya menuju ketempat yang aman. Sarana evakuasi dalam bentuk konstruksi dari bagian bangunan yang dirancang aman sementara (minimal 1jam) unutk jalan penyelamatan diri bila terjadi kebakaran bagi seluruh penghuni didalamnya tanpa dibantu orang lain. Berdasarkan ketentuan hukum (peraturan Khusus EE) menyebutkan bahwa, “Setiap tempet kerja harus tersedia jalan selain pntu keluar masuk utama untuk menyelamtkan diri bila terjadi kebakaran, pintu tersebut harus membuka keluar dan tidak boleh dikonci. Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada waktu gelap”.
2.6.2. Kompartementasi
       Metoda pengaturan tata ruang untuk menghambat perjalanan kebakaran kebagian lain. Metode dapat menerapkan jarak tertentu atau dengan dinding pembatas dan mengatur posisi bukaan tidak saling berhadapan.
2.6.3. Sistem Pengendalian Asap dan panas

       Asap dan gas pada waktu kebakaran adalah salah satu produk kebakaran yang sangat membahayakan bagi manusia, kecendrungan asap dan gas akan menyebar keatas, kareana itu terutama pada gedung bertingkat harus direncanakan sedemikian rupam jalur atau bukaan vertical merupakan cerobong asap, karean itu harus ada sistem mekanik yang dapat mengendalikan asap. Pada bagunan gedung denga sistem AC sentral, apabila terjadi kebakaran akan menyebarkan asap ke kesulruh ruangan, karena itu harus ada sistem deteksi asap yang dapat mengontrol mekanik penutup asap (smoke damper) atau mematikan AC sentral.

PENANGGULANGAN KEBAKARAN LEVEL D (Bag.4)

2.4. Prinsip Teknik Memadamkan Api
       Dalam uraian diatas dapat kita tarik tiga pemahaman penting terkait dengan pemabahsan tentang prinsip memadamkan api yaitu:
       Pemahaman Pertama:
Berdasarkan teori Triangle of fire, ada 3 element pokok untuk dapat terjadinya yala api yaitu :
·         Bahan Bakar
·         Udara/ Oksigen
·         Panas/ Sumber Penyala
Pemahaman Kedua:
Dari ketiga elemen dalam segitiga api, menuntut adanya persyaratan besaran fisika tertentu yang menghubungkan sisi-sisi segitiga api itu, yaitu:
·         Flash Point
·         Flammable range
·         Fire Point
·         Ingnition Point
Dari besaran angka diatas maka tindakan pengendalian bahaya kebakaran dapat dilakukan dengan penerapan sistem pengendalian dengan pperalatan deteksi besaran angka-angka tersebut.
Pemahaman Ketiga:
Unsur-unsur terjadinya api seperti diterangkan dalam teori Tetrahedron of fire ada element keempat yaitu reaksi radikal bebas yang ternyata mempunyai peranan besar dalam proses berlangsungnya nyala api.
       Berdasarkan pemahaman teori diatas, maka teknik untuk memdamkan api dapat dilakukan dengan cara empat prinsip yaitu:
·         Prinsip mendinginkan (cooling), Misalnya dengan menyemprotkan air.
·         Prinsip menutup bahan bakar yang terbakar (Starvation), Misalnya menutup dengan busa.
·         Prinsip mengurangi oksigen (Dilution)m Misalnya menyemprotkan gas CO2.
·         Prinsip memutus rantai reaksi api (mencekik) dengan media kimia.
       Penerapan prinsip-perinsip pemadaman kebakaran diatas, tidak dapat disamaratakan, akan tetapi harus diperhatikan jenis bahan apa yang terbakar, kemudian baru dapat di tenetukan metode apa yang cocok untuk diterapkan dan media jenis apa yang sesuai.

2.5. Jenis-jenis media pemadam kebakaran
       Media pemadaman kebakaran yang umum digunakan adalah air, karena mempunyai efek pendiginan yang baik, mudah diperoleh, murah dan dapat dirancang dengan teknik tertentu. Sistem instalasinya dapat dipasang permanen atau dirancang otomatik den desain bentuk pancaranya dapat bervariasi antara lain,  namun pemadaman jenis air tidak dapat digunakan secra sfektif dan aman untuk semua jenis kebakaran, jenis media pemadaman kebakaran selain air antara lain berbentuk busa (foam), Serbuk kimia kering (dry chemical powder), Carbondioksida, Inergent, Halocarbon (Halon) dan lain – lain. Masing – masing pemadam tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan tertentu.
       Sistem klasifikasi kebakaran membedakan karakteristik setiap jenis bahan yang terbakar, dikaitkan pemilihan jenis media pemadam yang efektif daya pemadamannya dan keselamatan bagi petugas yang melakukan pemadaman, dan menghindarkan kerusakan peralatan dan material akibat penerapan media pemadaman yang digunakan. Dengan memahami klasifikasi kebakaran dan karakteristik tiap jenis media pemadaman kebakaran, maka dapat ditentukan jenis media pemadaman yang sesuai. Dijelaskan pada table dibawah ini.


2.5.1. Sistem Proteksi Kebakaran
       Penerapan sistem proteksi kebakaran atau sumber daya yang direncanakan untuk mnegtisiasi bahay kebakaran, yang harus direncanakan sesuai dengan tingkat resiko bahaya pada hunian yang bersangkutan. Perencanaan sistem proteksi kebakaran yang direncanakan ada 3 sistem strategi yaitu :
·         Sarana Proteksi Kebakaran aktif yaiut berupa alat instalasi yang dipersiapkan untuk mendekteksi dan memadamkan kebakaran seperti sisntem deteksi dan alarm, APAR, Hydrant, Springkel, House rell, dll.
·         Sarana Proteksi kebakaran pasif yaitu berupa alat, sarana atau metoda mengendalikan penyebaran asap panas dan gas berbahaya bila terjadi kebakaran seperti pada sistem kompertementasi, treatment atau clotting fire retardant, sarana pengendalian asap (smoke contro system), sarana evakuasi, sistem pengendalian asap dan api (smoke damper, fire damper, fire stopping), alat bantu evakuasi dan rescue dll.
·         Fire safty manajemen
       Ketentuan yang mewajibkan adanya sistem deteksi dan alarm lain disebutkan dalam peraturan khusus dan Kepmanaker No. 186/MEN/1999. Secara umum menyebutkan bahwa
       “Harus diadakan penjagaan terus menerus selama 24 jam termasuk hari libur, sehingga apabila terjadi kebakaran dapat segera diatasi”
       Apabila instalasi alarm kebakaran otomatik mengambil alih peran tersebut, maka untuk menjamin kehandalan sistem tersebut diharuskan mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Mentri Tenaga kerja No.02/MEN/1983.
Klasifikasi Sistem Alarm:
·         Manual
·         Otomatik (semi adressable atau Fully addressable)
·         Otomatik integrated system (deteksi, alarm dan pemadaman)
Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari:
·         Detektor dan tombol manual (input signal)
·         Panel indicator kebakaran (sistem Kontrol)
·         Alarm audible atau visible (signal Output)

Sistem instalasi Alarm Kebakaran Otomatik
Penjelasan :
·         Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara otomatik yang terdapat dipilih tipe yang sesuai dengan karakteristik ruangan, diharapakan dapat mendeteksi secara cepat akurat dantidak member informasi palsu. Jenis detector berdaskan cara kerjanya:
-  Detektor panas (tipe sushu tetap dan tipe kenaikan suhu)
-  Detektor asap (tipe foto elektrik dan ionisasi)
-  Detektor nyala (tipe ultra violet dan infra merah)
·         Tombol Manual, alat yang dapat dioprasikan secara menual yang dilindungi dengan kaca yang dapat diaktifkan secara manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang melihat kebakaran tetapi detector otomatik belum bekerja.
·         Panel kendali adalah pusat pengendalian sistem deteksi dan alarm yang dapat mengidikasi status stanby normal, mengindikasi signal input dari detector maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau lokasi datangnya pangilan detector yang aktif atau tombol manual yang diaktifkan.
·         Signal Alarm adalah indikasi adanya bahaya kebakaran yang dapat di dengar (audible alarm) berupa bell bordering, sirene, atau yang dapat dilihat (visible alarm) berupa lampu.
Sistem instalasi alarm kebakaran otomatik dapat diintegrasikan dengan peralatan yang ada di dalam gedung/ bagunan yang bersngkutan antara lain Lift, AC, Pressurized fan, Indikator aliran sistem springkel dll.
2.5.2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
       Apar direncanakan untuk memadamkan api pada awal kebakaran, desai konstruksinya dapat dijinjing dan mudah dioperasikan oleh satu orang. Brdasarkan peraturan mentri tenaga kerja dan transmigrasi no. Per 04/Men/1980. Syarat pemasangan apar sebagai berikut:
·         Ditempatkan yang mudah dilihat dan mudah dijangkau, mudah diambil (tidak diikat mati atau digembok)
·         Jarak jangkauan 15 Meter
·         Tinggi pemasangan Maksimum 125 Cm
·         Jenis media dan ukuran harus sesuai deng klasifikasi kebakaran dan beban api.
·         Diperiksa secara berkala
·         Media pemadaman harus diisi ulang sesuai batas waktu yang ditentukan
·         Kekuatan konstruksi tabung harus diuji sesuai dengan ketentuan.
2.5.3. Hydrant
       Hydran adalah instalasi pemadaman kebakaran yang dipasang permanan berupa jaringan perpipaan berisi air bertekanan terus menerus yang siap untuk memadamkan kebakaran. Komponen utama sistem hydran terdiri dari:
·         Persediaan air yang cukup
·         Sistem pompa yang handal, pada umumnya terdiri 3 macam pompa yaitu : Pompa jocky, Pompa Utama dan Pompa cadangan
·         Siamese connection atau sambungan untuk mensuplai air dari mobil kebakaran
·         Jaringan pipa yang cukup
·         Slang dan nozel yang cukup melindungi seluruh bangunan

       Perencanaan instalasi hydrant harus memenuhi ketentuan standar yang berlaku dan perhitungan hydrolik kebutuhan debit air dan tekanan edial sesuai klasifikasi bahaya pada bagunan atau obyek yang dilindungi, aplikasi sistem hydran yang dirancang otomatik apabila terjadi kebakaran yang umum digunakan yaitu sistem Springkel.

PENANGGULANGAN KEBAKARAN LEVEL D (Bag.3)

2.3. Fenomena Kebakaran
       Pendekatan dalam penerapan K3 penanggulangan kebakaran meliputi teknik dan stategi pengendalian sumber energi, teknik dan strategi pemadaman, serta konsep manajemen penaggulanagan kebakaran didasarkan pada analisi fenomena terjadinya api atau kebakaran.
       Pada bagian ini akan mengkaji gejala-gejala pada proses terjadinya api dan kebakaran anara lain menjelaskan fase-fase penting seperti source energy, initiation, growth, flashover, full fire, dan bahaya spesifik pada pristiwa kebakaran seperti back draft, penyebaran asap panas dan gas dll.
2.3.1. Teori dan Anatomi Api
a. Teori Api
       Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala lainya yang dapat diamati adalah bila suatu bahan telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik fisik bahan yang terbakar akan berubah menjadi arang, abu atau pun hilang menjadi gas dan sifat kimianya akan berubah pula menjadi zat baru.
b. Teori Segitiga Api (triangle of Fire)
       Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik yaitu teori segitiga api (triangle of Fire) menjelskan bahwa untuk mendapatkan berlangsungnya proses nyala api diperlakukan adanya tida unsure poko yaitu adanya bahan yang dapat terbakar (fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau dari bahan oksidator, dan panas yang cukup.


(triangle of Fire)
       Dengan teori itu maka apabila salah satu unsure dari segitiga api tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Bahan bakar dapat terbakar jenisnya dapat berupa bahan padat, cair, mupun gas. Sifat penyalaan dari jenis-jenis bahan terdapat perbedaan, yaitu gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair maupun padat, demikian juga bahan cair lebih mudah terbakar dibandingkan bahan padat, disini menggambarkan adanya tingkat suhu yang berbeda pada setiap jenis bahan.
       Nyala api akan dapat berlangsung apabila ada keseimbangan besaran angka-angka yang hubungan segitiga api. Besaran-besaran angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada segitiga tersebut antara lain:
·         Flash Point adalah suhu minimal yang diperlukan untukmenghasilkan sejumlah uap minimal dari bahan bakar dan apabila uap tersebut diberi sumber nyala akan terbakar sesaat, karena jumlah uap yang terbentuk bekum cukup untuk terus menyala.
·         Flammable Range adalah persentasi uap bahan bakar diudara antara batas atas dan batas bawah dimana pada batasan itu uap tersebut dapat terbakar bila ada sumber pemicu nyala.
·         Fire Point adalah Suhu terendah dimana suatu zat (bahan bakar) cukup untuk mengeluarkan uap dan terbakar (menyala terus menerus) bila diberi sumber panas.
·         Ingnition Temperature adalah suhu terendah dimana suatu bahan bakar akan terbakar atau menyala sendiri tanpa diberikan sumber nyala.
       Dari uraian diatas, pada intinya adalah bahwa hubungan sisi dalam segitiga api terdapat besaran angka-angka yang menghubungkan ketiga unsure api tersebut. besaran tersebut menjadi indicator pada setiap tahapan proses sehingga terjadinya kebakaran dapat dihindarkan. Prinsip segitiga api ini juga dapat diterapkan dalam teknik-teknik pemadaman kebakaran, yaitu dengan menghilangkan salah satu unsure dari segitiga api.
c. Teori Piramida bidang empat (Tetrahedron of Fire)
       Fenomena pada suatu bahan yang terbakar adalah terjadi perubahan bentuk dan sifat yang semula menjadi zat baru, maka proses ini adalah prubahan secara kimia. Proses pembakaran ditinjau dengan teori kimia adalah reaksi unsure atau senyawa dengan oksigen yang disebut dengan oksidasi atau pembakaran, produk yang tebentuk disebut oksida.
       Oksida dapat berjalan lambat dan dapat berlangsung cepat, oksidasi yang berlangsung lambat, panas yang timbul hapir tidak dapat terdeteksi oleh indra kita, proses oksidasi berlangsung cepat seperti pembakaran batubara atau pembakaran dalam motor bakar disertai dengan pembentukan panas yang tinggi dan disertai cahaya. Temperature selama dalam proses pembakaran berlangsung disebut panas pembakaran.
       Proses reaksi bahan bakar hydrocarbon sama halnya dengan reaksi dengan oksigen menjadi karbon dioksida, dan hydrogen dengan oksigen akan menjadi air akan menghsilkan panas, proses reaksi tersebut melalui tahapan proses yang panjang dan diperlukan waktu tertentu walaupun proses reaksinya berlangsung cepat.
       Dari fenomena rantai reaksi dalam nyala api, maka diyakini ada unsure penting yang menyempurnakan teori segitiga api, yang digambarkan dengan piramida bidang empat atau yang sering disebut dengan “Tetrahedorn of fire


Tetrahedorn of fire
2.3.2. Kebakaran
       Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase tertentu seperti dijelaskan pada gambar berikut.
Diagram Fenomena Kebakaran

Penjelasan :
1.      Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjanya api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencetusnya (Source Energy), yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali.
2.      Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tehap awal (initiation) bermula dari sumber api/nyala yang relative kecil.
3.      Apabila pada pereode awal kebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api akan menjalar bila ada media disekelilingnya.
4.      Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas kesemua arah secra konduksi, konveksi dan radiasi, sehingga pada suatu saat kurang lebih sekitas 3-10 menit atau setelah temperature mencapai 300 ⁰C akan terjadi penyalaan api serentak yang disebut (Flashover) yang biasanya ditandai pecahnya kaca.
5.      Stelah flash over, nyala api akan membara yang disebut dengan periode kebakaran mantap (Stedy/Full development fire). Temperature pada saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai 600 – 1000 C. Bangunan dengan structure konstruksi baja akan runtuh pada temperature 700 C. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk digunakan.
6.      Setelah melaupaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut dan berangsur akan padam, yang disebut pereode surut (Decay)

2.3.3. Klasifikasi Kebakaran
       Setiap jenis bahan yang terbakar memiliki karakteristik yang berbeda, karna itu harus dibuat prosedur yang tepat dalam melakukan tindakan pemadaman dan jenis media yang diterapkan harus sesuai dengan karakteristiknya, mengacu pada standar. Klasifikasi jenis kebakaran menurut standar Amerika yaitu NFPA (National Fire Prevention Assosiation), menetapkan kebakaran menjadi klas A, B, C, D. Pengklasifikasian kebakaran yang didsarkan menurut jenis material yang terbakar seperti dalam table berikut.


       Klasifikasi kebakaran diIndonesia mengacu standar NFPA, yang dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi PER-04/MEN/1980. Sifat dari masing – masing klasifikasi kebakaran diatas adalah:



PENANGGULANGAN KEBAKARAN LEVEL D (Bag. 2)

2. POKOK BAHASAN
2.1. Dasar Hukum Penanggulangan Kebakaran
            Kebakaran ditempat kerja termasuk katagori kecelakan kerja dimana kejadian kebakaran dapat membawa konsekunsi mengancam keselamatan jiwa tenaga kerja dan berdampak dapat merugikan banyak pikah baik pengusaha, tenaga kerja maupun masyarakat luas. Ketentuan pokok yang berkaitan dengan Petugas Penaggulangan Kebakaran level D atau Petugas Peran Kebakaran berdasarkan Keputusan Mentri Tenaga kerja R.I. No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Unit Kerja antara lain:
Pasal 7
1. Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a mempunyai tugas:
a. Mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran;
b. Memadamkan kebakaran pada tahap awal;
c. Mengarahkan evakuasi orang dan barang;
d. Mengadakan koordinasi dengan instasi terkait;
e. Mengamankan lokasi kebakaran





       Pertimbangan hukum, tujuan dan sasaran K3 adalah dalam rangka melindungi pekerja dan orang lain, menjamin kelancaran proses produksi, menjaga keamanan asset usaha serta perlindungan terhadap lingkungan. Selain itu ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3 penanggulangan kebakaran adalah sembagimana yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 1 tahun 1970.

2.2. Pengertian Penaggulangan Kebakaran
       Berdasarkan Keputusan Mentri Tenaga kerja R.I. No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Unit Kerja menerangkan “bahwa  untuk menanggulangi kebakaran di tempat kerja, diperlukan adanya pralatan proteksi kebakaran yang memadahi, petugas penanggulangan yang ditunjuk khusus untuk itu, serta dilaksanakannya prosedur penanggulangan keadaan darurat; ”. Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa peran petugas penanggulangan kebakaran yang ditunujk khusus harus mengetahui dan memahami ke-3 aspek yang telah dijelaskan diatas.
       Berikut beberapa penjelasan, pengertian dan istilah yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas K3 dibidang penanggulangan kebakaran yang harus diketahui dan dipahami oleh petugas peran kebakaran.
1.      Api adalah Proses kimia atau proses oksidasi eksotermal berlangsung cepat yang penghasilkan panas dan cahaya.
2.      Kebakaran adalah Api yang tidak terkontrol dan  tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda maupun korban jiwa.
3.      Mencegah Kebakaran adalah segala upaya menghindari terjadinya kebakaran. Seorang petugas peran kebakaran harus mampu mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
4.      Resiko Kebakaran adalah perkiraan tingkat keparahan apabila terjadi kebakaran. Besaran yang mempengaruhi tingakt resiko ada 3 faktor yaitu:
a.     Tingkat kemudahan terbakar (flammablelity) dari bahan yang diolah atau disimpan.
b.    Jumlah dan kondisi penyimpanan bahan tersebut, sehingga dapat digambarkan kira-kira kecepatan laju pertumbuhan atau penjalaran api.
c.    Tingkat paparan seberapa besar nilai material yang terancam dan atau seberapa banyak orang yeng terancam.
5.      Mengurangi resiko kebakaran adalah suatu pertimbangan syarat K3 untuk menekan resiko ketingkat level yang lebih rendah.
6.      Memadamkan kebakaran adalah suatu teknik menghentikan reaksi pembakaran/nyala api. Nyala api adalh reaksi oksidasi eksotermal, nyala yang tampak adalah gejala zat yang sedang memijar. Pada nyala api yang sedang berlangsung ada 4 element yang berinteraksi, yaitu:
a.    Bahan bakar (Fuel) Padat, cair atau gas umumnya mengandung karbon (C) dan atau Hidrogen (H).
b.    Bahan pengoksidasi yaitu oksigen bisa berasal dari udara atau terikat pada bahan tertentu (bahan oksidator)
c.    Sumber panas yang dapat berasal dari dalm sistem mupun dari luar sistem.
d.    Rantai reaksi Kimia
Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu unsure atau beberapa unsure diatas. Secara rinci akan dijelaskan pada sub judul dibawah.
7.      Jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau di sebut (Means of escape) adalah sarana berbentuk konstruksi permanen pada bangunan gedung dan tempat kerja yang dirancang aman untuk waktu tertentu sebagai jalan atau rute penyelamatan penghuni apabila terjadi keadaan darurat kebakaran.

8.      Panas, Asap dan Gas adalah produk kebakaran yang hakekatnya jenis bahaya yang akan mengancam keselamatan baik material maupun jiwa, karena itu masalah ini harus dikendalikan.

PENANGGULANGAN KEBAKARAN LEVEL D (Bag. 1)

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kebakaran dapat terjadi kapan saja dimana saja, tidak ada tempat kerja yang dapat menjamin bebas resiko (imun) dari bahaya kebakaran. Kebakaran ditempat kerja dapat membawa konsekwensi yang berdampak merugikan bayak pihak baik bagi pengusaha, tenaga kerja maupum masyarakat luas. Akibat yang ditimbukan dari pristiwa kebakaran ditempat kerja dapat menagkibatkan korban jiwa, kerugian material, hilangnya lapangan pekerjaan dan kerugian lain yang tidak langsung, apa lagi kebakaran pada obyek vital maka dapat berdampak lebih luas lagi.
Bayak faktor penyebab kebakaran antara lain, Api terbuka, Listrik, Pembakaran, Peralatan panas, mekanik, Kimia, proses biologi, alam dan lain-lain, dari data dan fakta lapangan dapat dijadikan sebagai referensi bahwa dapat disimpulkan ada dua factor penyebab yang menonjol yaitu Api terbuka dan Listrik. Gambaran data tersebut adalah sebagai pembelajaran yang sangat berharga bagi jajaran pengawasan K3 khusunya dibidang penaggulangan kebakaran. Faktor-faktor penyebab kegagalan perlu dikaji secra baik untuk diamabil langkah yang tepat.
Faktor-faktor kegagalan dan kendala dapat karena factor peralatan proteksi kebakaran yang kurang memadai, sumber daya manusia yang tidak dipersiapkan, atau hambatan dari managemen. Disisi lain dapat pula disebsbkan karena lemhnya sistem pembinaan dan pengawasan dari instansi yang berwenang termasuk pengawasan terhadap peraturan perundangan K3.
Peraturan perundangan K3 dibidang penanggulangan kebakaran walupun masih terbatas, namun hal yang mendasar sudah cukup memadai apabila ditunjang dengan kemampuan teknis para pengawas. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan peraturan perundang dan standar teknis keselamatan dan kesehatan, termasuk masalah penanggulangan kebakaran adalah menjadi tanggungjawab para pengawas dan karna itu pula para pengawas dituntut memiliki kemampuan teknis yang memdai.
Penggunaan api terbuka pada umumnya dalam pelaksanaan pekerjaan yang bersifat sementara, mislnya pekerjaan perbaikan dengan menggunakan api las, dalam unsur K3 setiap pekerjaan panas harus dikendalikan secara administrative dengan ijin kerja panas atau sering di sebut dengan  Hot Work Permit. Izin ini diterbitkan oleh penanggung jawab K3 di setiap tempat kerja atau atasan yang berwenang untuk memberikan izin kerja.
Hal kedua yang harus menjadi perhatian dalam pengawasan K3 penanggulangan kebakaran adalah masalah listrik. Banyak titik kelemahan pada instalasi listrik yang dapat mendorong terjadinya kebakaran, yang secara awam disebut dengan hubungan singkat listrik, namun hubungan singkat sendiri adalah merupakan akibat dari banyak faktor yang mempengaruhi.

1.2. Tujuan Pembelajaran
1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum.
            Melalui program pembelajaran ini diharapkan dapat memahami, mampu menjalani tugas dan kewajiban Petugas penanggulangan kebakaran level D atau Petugas Peran Kebakaran sesuai dengan yang diamanatkan oleh peraturan Keputusan Mentri Tenaga kerja R.I. No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Unit Kerja.
1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus.
Melalui program Pembelajaran ini diharapkan dapat.
1. Memahami rambu-rambu bahaya kebakaran, alarm kebakaran dan sistem proteksi kebakaran.
2. Memahami penggunaan dan perawatan pada Alat pemadam api ringan (APAR)
3. Memahami proses dan prosedur pelaporan jika terjadi kebakaran
4. Memahami proses dan prosedur Evakuasi orang dan barang
5. Mampu mengidentifikasi tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

1.3. Ruang Lingkup
            Dalam kegiatan pembelajaran ini mampu memberikan pembekalan pengetahuan K3 dibidang penanggulangan kebakaran, agar mampu menjalakan tugas dan fungsi sebagai petugas penaggulangan kebakaran level D atau Petugas peran kebakaran. Pembahasan mencakup aspek normative, administratif, dan aspek dasar teknik K3 penanggulangan kebakaran. Aspek normative adalah yang berkaitan dengan ketentuan peraturan perundangan. Aspek administrative adlah yang berkaitan dengan prosedur dan kelengkapan dokumen. Sedangkan aspek teknis adalah berkaitan dengan konsep desain sistem proteksi kebakaran.