Rabu, 14 September 2016

Klasifikasi Loop Kontrol

1 Simple Control Loop (Basic Control Loop)
       Terdapat dua macam konfigurasi looping dalam sistem kontrol proses. Konfigurasi ini dibedakan berdasarkan bagaimana aksi kontroler dalam mengontrol process variable. Kedua macam konfigurasi tersebut adalah sistem kontrol feedback dan sistem kontrol feed forward.

a. Closed Loop Control – Feedback
       Feedback control adalah suatu sistem pengontrolan dimana control action tergantung pada output proses. Tipe sistem kontrol ini mengukur process variable pada output proses. Setiap terjadi perubahan pengukuran pada outlet proses akibat adanya efek dari disturbances (load), maka sistem kontrol feedback bereaksi memberikan corrective action untuk menghilangkan kesalahan (error).
Jadi sistem control feedback akan bereaksi setelah efek dari disturbances dirasakan pada output proses (act post facto). Gambar dibawah merupakan contoh dari tipe sistem kontrol feedback dalam aplikasinya yaitu furnace pada industri PLTU.
b. Closed Loop Control – Feedforward
Tidak seperti konfigurasi feedback, kontrol feedforward tidak menunggu efek disturbances dirasakan oleh proses, sebaliknya akan beraksi sebelum disturbances mempengaruhi sistem untuk mengantisipasi efek yang akan disebabkan olehnya.
Pada feedforward control seperti pada gambar dibawah ini, setiap terjadi perubahan pada feed inlet, maka akan menggerakkan controller untuk mengatur fuel oil sehingga aliran feed akan sebanding dengan aliran fuel oil (menciptakan energy balance). Dengan demikian efek yang disebabkan oleh perubahan feed tidak dirasakan pada output proses (temperatur outlet). Kelemahan feedforward control pada aplikasi di atas yaitu bila terjadi gangguan pada fuel oil, maka controller tidak dapat merasakan perubahan itu sehingga terjadi kesalahan pada output proses (temperatur outlet).


2. Complicated Control Loop (Enhanced Regulatory Control)
       Di dalam industri proses, banyak kebutuhan proses yang tidak dapat diselesaikan dengan loop sederhana (simple loop) yang hanya mengandalkan sebuah feedback control atau feedforward control. Beberapa jenis proses yang memiliki time constant yang sangat besar. Walaupun unit derivative sudah dipasang di controller, karena lambannya proses sehingga reaksi proses tetap saja lambat. Dari segi operasi proses kelambatan ini sangat merugikan. Untuk mengatasi masalah ini, maka dipergunakan dua atau lebih elemen pengukuran dalam satu control loop, yang dikenal sebagai complicated control loop, seperti:

a. Cascade Control
       closed loop feedback control mengilustrasikan pengendalian temperatur feed outlet pada sebuah furnace. Load pada loop digambarkan sebagai perubahan aliran feed pada inlet. Bilamana feed mendadak bertambah, maka energi panas fuel oil yang bekerja pada furnace tidak akan mencukupi. Sebagai akibatnya, temperatur feed outlet akan turun dan controller baru membaca error, kemudian memakainya sebagai dasar perhitungan untuk menambah aliran fuel oil. Namun sistem ini tidak mempertimbangkan load atau gangguan lain pada sistem, yaitu terjadi penurunan tekanan fuel oil. Pada sistem ini pengendalian temperatur tidak akan segera melihat perubahan tekanan fuel oil sebelum temperatur feed outlet benar-benar turun.
       Untuk mengatasi permasalahan tersebut , maka sistem control disempurnakan dengan menambah Pressure Controller diantara Temperature Controller dan Control Valve seperti pada gambar berikut.
Pada gambar diatas manipulated variable dari temperature controller TIC (yang dinamakan primary atau master) menjadi setpoint bagi pressure controller (yang dinamakan secondary atau slave). Penerapan pengendalian cascade dapat merugikan apabila elemen proses di primary loop lebih cepat dari elemen proses pada secondary loop, karena sistem akan cederung berosilasi akibat timbulnya interaksi antara primary loop dan secondary loop. Jadi sistem pengendalian cascade hanya dapat diterapkan pada proses dengan elemen primer yang jauh lebih lambat dari elemen secondary-nya.

b. Splite Range Control
       Tidak seperti cascade control, konfigurasi split-range control memiliki hanya satu pengukuran dan lebih dari satu manipulated variable. Pengendalian terhadap satu process variable dilakukan dengan mengkoordinasikan beberapa manipulated variables yang semuanya memiliki efek yang sama terhadap process variable.
       Gambar di bawah mengilustrasikan aplikasi split-range control di industri proses. Konfigurasi ini dapat memberikan keamanan tambahan dan optimalitas operasional jika diperlukan.

       Misalkan, suatu feed akan dipanaskan di dalam suatu furnace dengan menggunakan bahan bakar (fuel). Temperatur feed di outlet bejana dipertahankan tetap pada suhu tertentu. Bahan bakar yang tersedia ada dua jenis yaitu, fuel oil sebagai bahan bakar utama dan fuel gas digunakan sebagai balance. Kontroler temperatur split-range akan menjaga temperatur outlet dengan memanipulasi bukaan valve pada kedua bahan bakar. Dengan konfigurasi ini dapat diatur aksi kontrol sebagai berikut :
-       Sebagaimana output controler TIC meningkat dari 0 – 50 %, maka control valve V1       (untuk fuel oil) akan membuka secara kontinu hingga bukaan penuh, sedangkan control valve V2 (untuk fuel gas) tetap tertutup.
-       Apabila output kontroler TIC masih naik, dari 50 – 100%, maka control valve V2 akan membuka secara kontinu sampai bukaan penuh, sedangkan valve V1 masih tetap terbuka penuh. Dengan demikian fuel gas digunakan sebagai balance apabila fuel oil masih tidak cukup untuk menaikkan temperatur output.
Tabel berikut ini mengilustrasikan cara kerja kontroler Split Range Control.
Output Controler TIC
Control Valve V1
Control Valve V2
0 – 50%
(50 – 0%)
Membuka (menutup) secara kontinu hingga maksimum (minimum)
Tertutup
50 – 100%
(100 – 50%)
Terbuka
Membuka (menutup) secara kontinu hingga maksimum (minimum)

c. Ratio Control
       Ratio control adalah sistem pengendalian yang digunakan pada suatu proses yang membutuhkan komposisi campuran dua komponen atau lebih dengan suatu perbandingan tertentu. Ratio control juga merupakan suatu tipe khusus dari feedforward control dengan dua disturbances (loads) diukur dan dijaga pada perbandingan yang konstan satu sama lain.
       Biasanya konfigurasi kontrol ini digunakan untuk mengendalikan perbandingan laju aliran dari dua aliran (streams). Salah satu aliran (stream) yang laju alirannya tidak dikontrol biasanya mengacu sebagai wild stream. Berikut ini salah satu contoh sistem pengendalian proses yang menggunakan konfigurasi ratio control.
 
Kedua laju aliran tersebut diukur dan melalui divider perbandingan keduanya dihitung. Hasil perbandingan ini kemudian dibandingkan dengan perbandingan yang diinginkan (desired ratio sebagai setpoint), dan error antara perbandingan yang terukur dengan setpoint menghasilkan sinyal aktuasi sebagai kontroler ratio.

d. Auto Selector Control
       Sistem kontrol ini melibatkan satu manipulated variable (MV) dan beberapa controlled ouputs. Karena hanya ada satu manipulated variable, maka hanya satu controlled outputs yang dapat dikendalikan, auto selector control akan mentransfer aksi kontrol dari satu controlled output
Gambar berikut mengilustrasikan suatu konfigurasi auto selector control sebagai suatu low selector switch.
 
Sistem digunakan untuk memanaskan air yang mengalir ke dalam boiler. Suatu control loop tekanan diaplikasikan pada steam yang keluar dari boiler. Selain itu, kontroler level juga diaplikasikan pada boiler. Low level selector akan memindahkan aksi kontrol dari kontroler tekanan PIC ke kontroler level LIC apabila level water di boiler berada di bawah batas level minimalnya.


Klasifikasi dan Aplikasi Sistem Pengontrollan


  Berdasarkan variabel yang dikontrol, controler dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe, yaitu : Flow Controller, Pressure Controller, Liquid-Level Controller dan Temperature Controller.

1. Flow Control
       Kontroler ini mengendalikan kecepatan aliran (flow rate) pada nilai setpoint-nya. Gambar berikut ini memperlihatkan contoh konfigurasi flow control.

Pada gambar diatas menjelaskan bahwa,
-       Flow Indicator mengukur flow rate aliran F
-       Nilai F akan dibandingkan dengan set point FSP, yaitu kecepatan aliran yang diinginkan
-       Controler akan memutuskan/mengoreksi error dengan mengirimkan sinyal ke elemen pengendali akhir
-       Berdasarkan sinyal ini control valve akan membuka atau menutup sampai keadaan mantap tercapai
-       Mekanisme kontrol yang tepat adalah apabila F naik, maka control valve akan menutup, sebaliknya apabila F turun, maka control valve akan membuka.
Mekanisme kontrol yang tepat adalah apabila F naik, maka control valve akan menutup, sebaliknya apabila F turun, maka control valve akan membuka.

2. Pressure Control
       Kontroler ini mengendalikan tekanan (pressure) pada nilai setpoint-nya. Gambar berikut ini memperlihatkan contoh dari mekanisme pressure control.

Pada gambar diatas menjelaskan bahwa,
-       Pressure Indicator berupa Differential Pressure Cell mengukur tekanan P di dalam tangki.
-       Nilai P akan dibandingkan dengan set point PSP, yaitu tekanan yang diinginkan
-       Controler akan memutuskan/mengoreksi error dengan mengirimkan sinyal ke elemen pengendali akhir
-       Berdasarkan sinyal ini control valve akan membuka atau menutup sampai keadaan mantap tercapai
-       Mekanisme kontrol yang tepat adalah apabila P naik (turun), maka control valve akan membuka (menutup).

3. Liquid-Level Control
       Kontroler ini mengendalikan ketinggian cairan (liquid level) pada nilai setpoint-nya. Gambar berikut ini memperlihatkan contoh dari mekanisme liquid-level control.

Pada gambar diatas menjelaskan bahwa:
-       Level Indicator mengukur ketinggian h di dalam tangki.
-       Nilai h akan dibandingkan dengan set point hSP, yaitu ketinggian yang diinginkan.
-       Controler akan memutuskan/mengoreksi error dengan mengirimkan sinyal ke elemen pengendali akhir
-       Berdasarkan sinyal ini control valve akan membuka atau menutup sampai keadaan mantap tercapai
-       Mekanisme kontrol yang tepa t adalah apabila h naik (turun), maka control valve akan membuka (menutup).
-
4. Temperature Control
       Kontroler ini mengendalikan temperatur pada nilai setpoint-nya. Gambar berikut ini memperlihatkan contoh dari mekanisme temperature control.


Pada gambar diatas menjelaskan bahwa:
-          Temperature Indicator, berupa termokopel mengukur temperature T aliran.
-          Nilai T akan dibandingkan dengan set point TSP, yaitu temperature yang diinginkan
-          Controler akan memutuskan/mengoreksi error dengan mengirimkan sinyal ke elemen pengendali akhir
-          Berdasarkan sinyal ini control valve akan membuka atau menutup sampai keadaan mantap tercapai
-          Mekanisme kontrol yang tepat adalah apabila T naik (turun), maka control valve akan menutup (membuka). 

Sistem Pengontrollan

1. ON-OFF Control
       Sistem ini merupakan loop control yang paling sederhana. Dalam aksi kontrol ini, final control element hanya mempunyai dua keadaan operasi. Jika sinyal kesalahan positif, controller mengirim sinyal hingga final control element (control valve) bergerak ke salah satu posisi, dan jika sinyal kesalahan negatif akan bergerak ke posisi yang lain.

2. Proportional Control (P Control)
       Dalam aksi pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir memiliki suatu daerah posisi yang kontinu. Posisi tepatnya sebanding dengan besarnya kesalahan, dengan kata lain, output dari controller sebanding dengan inputnya. Efek dari kontrol proporsional adalah menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set point bila proportional band-nya diset (tuning) pada nilai atau keadaan yang tepat.
      Efek lain dari kontrol ini adalah adanya offset pada hasil pengontrolannya. Offset ini terjadi akibat harga setpoint tidak dapat dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini tergantung pada harga proportional band-nya. Semakin besar harga proportional bandnya maka akan semakin besar offsetnya, sebaliknya semakin kecil harga proportional bandnya maka semakin besar kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil).
       Di dalam prakteknya, proportional control akan berfungsi baik untuk sistem yang proses perubahan bebannya secara lambat dan variasi set point-nya kecil, karena dengan demikian proportional band-nya dapat diambil cukup kecil.

 
3. Proportional Integral Control (PI Control)
     Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral, posisi alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal :
·  Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional
·  Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan waktu dimana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral.
Kontroler tipe ini juga dikenal sebagai kontroler proportional-plus-reset. Karakteristik penting pada controller jenis ini adalah konstanta waktu integral. Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang mengacu sebagai minutes per repeat. Tetapi didalam industri yang digunakan sebagai acuan adalah kebalikan dari konstanta waktu yang dikenal sebagai reset rate. Aksi kontrol integral menyebabkan output berubah selama error tidak sama dengan nol. Oleh karena sifat inilah, kontroler yang demikian dapat menghilangkan error bahkan pada kondisi error yang kecil.
       Efek dari penambahan Integral pada controller ini akan menghilangkan offset yang terjadi akibat proportional control, karena adanya integral terhadap waktu. Jadi offset akan terkoreksi dengan berjalannya waktu, artinya untuk menghasilkan respon yang tidak mempunyai offset maka memerlukan selang waktu tertentu.
       Efek lain dari penambahan integral adalah lebih lambatnya respon sistem, selain itu pada sistem ini akan terjadi osilasi pada saat bagian integral menghilangkan offset, serta timbulnya overshoot apabila ada perubahan beban.
Respon untuk jenis proportional + integral controller terhadap perubahan beban dapat dilihat pada grafik di bawah.

       Jenis PI controller ini dalam aplikasinya pada industri dapat menangani hampir setiap situasi kontrol proses. Perubahan beban yang besar dan variasi yang besar pada set point dapat dikontrol dengan baik tanpa osilasi yang berkepanjangan, tanpa offset permanen dan cepat ke keadaan seharusnya setelah gangguan terjadi.

4. Proportional Integral Derivative Control (PID Control)
Dua karakteristik proses yang sangat sulit pengontrolannya, dimana control PI tidak lagi memadai, yaitu: proses dengan beban berubah dengan sangat cepat dan proses yang memiliki kelambatan yang besar antara tindakan korektif dan hasil yang muncul dari tindakan tersebut. Dalam aksi pengontrolan proportional plus integral plus derivative (PID), posisi alat
pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:
·  Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional
· Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan waktu dimana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral.
· Laju perubahan kesalahan terhadap waktu. Perubahan kesalahan yang cepat menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih besar dari perubahan kesalahan, ini adalah bagian derivative.
       Kontroler jenis ini dikenal juga sebagai kontroler proportional-plus-reset-plus-rate. Karakteristik tambahan dengan adanya derivative control dikenal sebagai rate time (konstanta waktu derivative). kontroler PID mengantisipasi apa yang akan terjadi pada error pada masa sesaat yang akan datang dan kemudian melakukan aksi kontrol yang sebanding dengan kecepatan perubahan error saat ini. Berdasarkan sifat ini, aksi kontrol derivatif kadang-kadang mengacu sebagai anticipatory control. Walaupun demikian, aksi kontrol derivatif memiliki beberapa kelemahan seperti berikut ini :
1.    Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, kontroler ini tidak memberikan aksi kontrol.
2.    Untuk respon yang bergejolak, dengan error yang hampir nol, kontroler ini dapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi kontrol yang besar, meskipun seharusnya tidak perlu.

       Efek dari PID controller ini adalah bila pada proses kesalahannya sangat besar, maka controller PI akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set point-nya, tetapi untuk controller PID akan mempercepat proses pencapaian set point tersebut. Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller, rate time yang terlalu besar mempercepat laju pencapaian set point tetapi akan menyebabkan terjadinya osilasi di sekitar set point. Respon proportional + integral + derivative (PID) controller terhadap perubahan beban dapat dilihat pada grafik dibawah.

Sistem Kontrol Proses

   Suatu Industri Proses pada umumnya merupakan suatu susunan beberapa unit peralatan proses ( Combustor, Head exchanger, pompa,  fuel bin, water tank, transport matrial dan sebagainya) yang saling terintegritas dan bekerja secara sistematik. Secara keseluruhan suatu pabrik memiliki tujuan utama mengubah beberapa matrial mentah menjadi produk tertentu dengan menggunakan sumber-sumber energy tertentu dengan cara yang paling ekonomis.
   Didalam pengoperasiannya, suatu industri proses harus memenuhi beberapa persyaratan berdasarkan pertimbangan berbagai macam kondisi dalam dinamika pengaruh eksternal (disturbances). Persyaratan-persyaratan tersebut diantaranya adalah masalah keamanan (safety), spesifikasi produksi, pengaruh terhadap lingkungan, batasan operasi (operational constraints), serta masalah ekonomi. Untuk menjamin semua persyaratan tersebut dapat dipenuhi, maka industri proses perlu memiliki suatu sistem yang dapat memonitor dan mengendalikan semua proses yang ada di dalamnya supaya tujuannya dapat terpenuhi. Hal ini dapat dilakukan melalui suatu susunan peralatan instrumen (alat pengukur, kontroler, komputer, dan final control) serta campur tangan manusia (operator) yang bersama-sama membentuk sesuatu yang dinamakan sistem kontrol.
   Pada semua proses umumnya operator tidak hanya ingin mengetahui suatu harga besaran fisik, tetapi juga selalu ingin mengaturnya pada suatu harga tertentu agar suatu proses bekerja secara optimum. Blok diagram suatu system instrumentasi dan pengontrolan besaran yang diukur yang terhubung secara lingkar tertutp (closes loop) dapat digambarkan seperti di bawah ini.


Sistem instrumentasi dengan pengontrolan lingkar tertutup adalah system yang sinyal keluarannya berpengaruh secara langsung pada aksi kontrolnya. Sinyal penggerak yang merupakan selisih antar sinyal masukan dan sinyal umpan balik diberikan ke controller untuk memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran system mendekati harga yang diinginkan.
Tujuan diadakannya suatu sistem kontrol adalah sebagai berikut :
a. Menekan pengaruh dari gangguan eksternal (external disturbances)
b. Menjamin stabilitas proses
c. Mengoptimumkan performansi proses.

1. Aspek-Aspek Desain Sistem Kontrol Proses
Variabel-variabel yang berhubungan dengan suatu proses (flow, pressure, level fluid dan temperature) terbagi didalam dua kelompok, yaitu :
a.   Variabel Input, yaitu efek dari lingkungan (surrounding) yang dapat mempengaruhi dinamika proses.
b.   Variabel Output, yaitu efek dari proses yang dapat mempengaruhi lingkungan.
Variabel input dapat juga dikelompokkan pada kategori-kategori berikut ini :
a.      Manipulated Variables (MV), yaitu variable input yang nilainya dapat diatur oleh operator manusia atau mekanisme kontrol.
b.      Disturbances, yaitu variable input yang nilainya tidak dapat diatur oleh operator atau mekanisme kontrol
Sedangkan variabel output dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut:
a.      Measured Output Variables, jika nilainya dapat langsung diketahui melalui mengukurnya.
b.      Unmeasured Output Variables, jika nilainya tidak dapat diukur secara langsung.
Dalam kontrol proses, variabel output disebut juga variabel proses.

2. Elemen-Elemen Sistem Kontrol Proses
       Elemen-elemen dalam suatu sistem kontrol proses dapat dibedakan menjadi :        proses, sensor (sensing element), transducers, transmitter, transmission lines, kontroler, final control element (control valve). Seluruh elemen ini bersama-sama membentuk suatu system kontrol, seperti diperlihatkan pada contoh sistem kontrol proses pada Gambar dibawah:
 

Sistem ini terdiri dari sebuah tanki, sebuah level measuring device, sebuah kontroler, dan sebuah control valve. Aliran liquid dialirkan melalui permukaan atas tanki, kemudian dikeluarkan dari bawah tanki yang diatur oleh control valve.

       Tangki beserta liquid di dalamnya merupakan sebuah proses. Level measuring device sebagai sebuah sensor ketinggian sekaligus transducer, akan mengukur ketinggian cairan tersebut serta mengubahnya menjadi besaran elektrik atau pneumatik. Jika level cairan dalam tanki melebihi tinggi yang diinginkan (set point) maka controller akan memutuskan untuk memperbesar aliran outlet. Berdasarkan perintah controller, final control element (control valve) akan membuka (opening) untuk memperbesar aliran. Secara blok diagram system control proses tersebut di atas dapat dilihat pada gambar dibawah.

Control Valve Accessories

1. Positioners
Salah satu fungsi dari valve positioner adalah agar batang plug (plug stem) yang digerakkan oleh actuator diaphragm dapat bergerak secara linear. Juga sebagai penguat daya (power applifier) untuk memberikan response yang cepat dari pergerakan plug stem. Namun kadang-kadang pemakaian positioner ini dapat membuat keadaan control loop menjadi tidak stabil atau control loop akan stabil apabila tanpa menggunakan positioner. Ketidak stabilan di atas terjadi karena pada umumnya penggunaan positioner secara menyeluruh akan menambah konstanta waktu dari control loop tersebut, dimana hal ini akan memberikan kesulitan dalam pencapaian kondisi stabil dari pengontrolan.
Pemakaian positioner akan berhasil dengan baik apabila kombinasinya dengan control valve tersebut akan memberikan respose time lebih cepat dari prosesnya itu sendiri. Aplikasi secara umum yang harus menggunakan valve positioner antara lain sebagai berikut bilamana :
·Aplikasi split range control, yang memerlukan valve stoke yang penuh dari beberapa range sinyal kontrol (3 – 15 psig sinyal output untuk 3 - 9 psig sinyal input dari positioner)
·Diperlukan load pressure lebih besar dari 20 psig.
·Diperlukan sistem kontrol yang jauh lebih baik (minimum overshoot dan fast recovery).
·Diperlukan reverse action dari control valve.
·Pada valve dengan ukuran 6 inches atau lebih Transmission line panjang.
·Pessure drop diantara upstream dan downstream valve tinggi (100 psi atau lebih).
·Pada aplikasi temperatur tinggi.
·Bilamana friksi yang berlebihan terjadi pada packing glands dan guides.
·Pada services “sludge” dimana dapat menyebabkan pergerakan stem dan guides lengket (sticky).

Ada dua jenis valve positioner yaitu ; pneumatic positioner dan electropneumatic positioner (smart positioner).

1.1. Pneumatic Positioner
Positioner 3582 umumnya dipakai pada spring diaphragm actuator. Positioner jenis ini juga mempunyai pilihan characterized cam yang memungkinkan perubahan karakteristik flow tanpa perlu mengubah mekanisme valve.

1.2. Electro-pneumatic (smart) Positioner
DVC (Digital Valve Controler) Series brand Fisher umumnya sering digunakan dalam Smart positioned. Adapun secara singkat prinsip kerja dari DVC yaitu setelah mendapat sinyal dari control room, sinyal tersebut masuk ke PWB (Printed wire board) untuk di olah lalu sinyal elektrik dari PWB masuk ke I/P tranducer untuk di konversi ke sinyal pneumatic. Sinyal pneumatic dari tranducer masuk ke relay untuk di perkuat tekanannya yangselanjutnya masuk ke actuator. Setelah ada pergerakan pada control valve, magnet feedback membaca posisi control valve dan mengirimkan hasil pembacaan ke PWB agar dikoreksi jika terjadi kesalahan. Dan sinyal hasil koreksi dikirim keactuator melalui I/P tranducer lalu ke relay dan masuk ke actuator agar posisi bukaan control valve lebih presisi.

2. Solenoid Valve (Katup Kontrol Arah)
Berbeda hal seperti sebelumnya kita bahas, pada solenoid valve yang dimaksud yaitu suatu alat pendukung pada sistem actuator pneumatik, sistem hidrolik ataupun pada sistem kontrol mesin yang membutuhkan elemen kontrol otomatis dengan berbagai aplikasi penggunaan. Berikut beberapa contoh solenoid control valve:

·      Valve 3/2

·      Valve 5/2



3. Limit Switches
Limit switch berfungsi memberikan indikasi berupa sinyal listrik jika control valve sudah mencapai titik tertentu (posisi open atau closed). Indikasi ini dibutuhkan untuk menjalankan proses selanjutnya, contoh: lampu indicator atau mengaktifkan sequenced test. Limit switch terpasang pada ujung dari rangkaian control valve, terhubung langsung dengan stem agar dapat mendeteksi gerakan valve.


  
4. Supply Pressure Regulator

Air regulator digunakan untuk menurunkan tekanan udara dari air compressor sesuai dengan tekanan kerja peralatan pneumatic. Di dalam air regulator ini terdapat pegas dan diaphragm untuk mengatur tekanan. Juga ada filter dan ruang pengumpul uap air untuk menampung fluida hasil kondensasi atau oli yang terbawa dari air compressor. Ruang pengumpul ini harus di drain secara rutin agar liquida yang terkumpul tidak masuk ke peralatan pneumatik.

Final Control Element (Bag. 3) Actuator

Aktuator adalah sebuah alat yang mengubah tenaga listrik atau fluida menjadi gerakan mekanis untuk membuka/menutup atau mengontrol sebuah valve. Ada dua cara yang umum dilakukan untuk menggerakkan sebuah valve, yaitu:
Manual, menggunakan handwheel  untuk jenis gate dan globe valve, sementara handlever digunakan pada ball dan butterfly valve. Valve dengan penggerak manual harganya lebih murah dibandingkan valve dengan actuator.
Automaticmenggunakan actuator Berdasarkan sumber tenaganya penggunaan actuator dibagi lagi ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: pneumatic, electric, dan hydraulic
Aktuator secara dasar mempunyai aksi sebagai berikut :
·Direct Action / Fail Open (FO) / Air-To-Close (ATC) Aktuator yang akan terbuka (open) bilamana driving power gagal (fail). Lalu pegas yang terpasang akan mendorong posisi normal.
·Reverse Action / Fail Close (FC) / Air-To-Open (ATO) Aktuator yang akan tertutup (Close) bilamana driving power gagal (fail). Lalu pegas yang terpasang akan mendorong posisi tutup.

1. Elektrik Actuator
       Digunakan pada aplikasi dimana tidak tersedia air compressor. Komponen utamanya adalah sebuah motor listrik yang memutar gear maju/mundur agar stem bergerak. Dilengkapi dengan handwheel agar operator dapat membuka/menutup valve secara manual. Pada awalnya electric actuator hanya didesain untuk aplikasi on/off. Namun saat ini sudah dilengkapi dengan kontrol motor yang  lebih maju, sehingga dapat dipakai pada aplikasi throttling, serta dikombinasikan dengan spring (pegas) hingga mempunyai fail-safe mode. Actuator jenis ini tidak boleh digunakan di area rawan ledakan dan mengandung gas (hazardous area).
Dari gerak actuator terdapat dua jenis dari elektrik actuator meliputi :

1.1. Solenoid Valve
            Solenoid valve merupakan katup yang dikendalikan dengan arus listrik baik AC maupun DC melalui kumparan / selenoida. Solenoid valve akan bekerja bila kumparan/coil mendapatkan tegangan kemudian diubah menjadi magnet untuk menarik pluger agar dapat bergerak merubah posisi valve, arus listrik yang sesuai dengan tegangan kerja(kebanyakan tegangan kerja solenoid valve adalah 100/200VAC dan kebanyakan tegangan kerja pada tegangan DC adalah 12/24VDC). Solenoid valve ini merupakan elemen kontrol yang paling sering digunakan dalam sistem fluida air. Khusus nya penggunaan pada diameter pipa dengan volume/debit yang kecil. Biasa digunakan pada nozel fire fighting system.



1.2. Motor valve
Motor valve atau sering disebut servo valve merupakan suatu rangkaian control valve yang meliputi beberapa bagian, motor sebagai penggerak utama, gearbox sebagai induksi gerak dan positioner/potensiometer sebagai acuan feedback valve. Adapun motor yang sering digunakan sebagai elektrik actuator meliputi :
-       Motor Stepper
-       Motor DC
-       Brushless DC-Motor
-       Motor Induksi
-       Motor sinkron

2. Pnuematic Actuator
Actuator ini paling banyak dipakai di industri dan dapat dikelompokkan menjadi pneumatic diaphragm dan pneumatic piston. Actuatorjenis ini memanfaatkan sumber angin bertekanan yang dihasilkan oleh air compressor untuk mendorong valve stem bergerak membuka atau menutup.
Terdapat beberapa jenis untuk pneumatic actuator meliputi :

2.1. Spring and Diaphragm actuators



2.2. Piston or Cylinder actuators



2.3. Rack and Pinion Actuators



3. Hydrolic Actuator
Actuator jenis ini paling sedikit aplikasinya di lapangan; digunakan untuk menggerakkan valve berukuran sangat besar yang membutuhkan daya dorong besar (misal: valve pada main steam line, Main valve cycle water system). Actuator ini memperoleh sumber tenaga dari sebuah pompa untuk mengalirkan minyak hydraulic sebagai media bertekanan dan sedikit banyak memiliki kesamaan dengan jenis pneumatic.




Final Control Element (Bag. 2) Flap Damper

Perkembangan kontruksi Flap damper seiring dengan perkembangan pengunaan dan pemanfaatan pnuematik baik untuk conveyor, sirkulasi maupun Air injection pada industry proses flap banyak di aplikasikan sebagai pengatur pasukan udara atau sebagai sirkulasi udara panas maupun udara dingin. Berikut beberapa tipe dari flap yang umum digunakan.

1.  Multi blade flap
       Multi blade flap adalah flap yang memiliki kontruksi kisi-kisi sebagai pengatur aliran udara. Beberapa jenis yang sering digunakan seperti tipe Cube dan Round.
·Cube multi blade flap

·Round multi blade flap


2.  Flap gate valves

3.  Orifice gate slide flap


4.  Rotary flap

5.  Diverter flap